santri

Dari Santri " Memelihara tradisi Lama Yang Toleransi Dan Mengadopsi Masa Kini Yang Lebih Rapi"

  • Google Telusur
  • Artikel Blog Ini
  • Tribun Ekonomi Syariah

     Konsep Syariah berbeda dengan konsep Kapitalisme. Ekonomi Syariah tidak mengakui keberadaan sektor non-real berbasis bunga, karena dalam ekonomi syariah telah mengharamkan riba, termasuk bunga dalam Al-Quran Surah Al-Bqorah 275 menjelaskan;

    الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
    Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.(QS. 2:275) 

    Dengan kata lain, dalam Ekonomi Syariah  uang bukanlah komoditi yang karenanya mempunyai harga. Harga uang inilah yang dalam teori-teori Kapitalisme disebut bunga. Menurut buku UK Budget Red Books 1990, “Suku bunga merupakan harga dari uang dan kredit.” (El-Diwany, 2003). Uang dalam Islam hanyalah sebagai alat tukar saja, bukan sebagai komoditi sebagaimana dalam Kapitalisme. Dengan kata lain, Ekonomi Syariah adalah real based economy (ekonomi berbasis sektor real). Ini merupakan kebalikan total dari ekonomi Kapitalisme yang dibangun dengan monetary based economy. Keuntungan hanya diperoleh melalui jerih payah nyata (real) dalam produksi barang atau jasa. Ekonomi Berbasis Uang Kertas (Fiat Money) Fiat money adalah uang kertas yang secara legal diakui pemerintah melalui dekrit sebagai uang resmi, namun tidak ditopang dengan logam mulia seperti emas dan perak (Hamidi, 2007). Uang kertas itulah yang sekarang digunakan oleh negara-negara kapitalis seperti Amerika Serikat. Sejak berakhirnya sistem Bretton Woods yang mengaitkan dolar dengan emas (1 ons/28,35 gram emas=35 dolar AS) pada tahun 1970-an, dolar AS tidak ditopang lagi dengan emas dan dapat berlaku hanya karena kepercayaan (trust) orang pada dolar. Seiring dengan dominasi Kapitalisme AS, mata uang dolar kini menjadi salah satu mata uang kuat (hard currency) dunia yang digunakan sebagai standar nilai dan alat pembayaran dalam perdagangan internasional. Sistem uang kertas ini merupakan salah satu akar kerapuhan Kapitalisme. Betapa tidak. Pasalnya, jika dibandingkan dengan mata uang Islam (dinar dan dirham), uang kertas sesungguhnya mempunyai kelemahan mendasar, antara lain selalu terkena inflasi permanen (Hamidi, 2007). Di samping itu, uang kertas jauh dari nilai keadilan (fairness) lantaran nilai intrinsiknya tidak sama dengan nilai nominalnya. Mengenai inflasi permanen, perhatikan ilustrasi berikut. Misal:  Rp 100 juta rupiah pada tahun ini. akan berbeda nilainya  Rp 100 juta pada 10 tahun lagi.  Jelas tidak sama. Uang kertas rupiah ini akan mengalami depresiasi (penurunan nilai) karena inflasi permanen. Inilah kelemahan mendasar uang kertas. Mata uang Islam (dinar dan dirham) berbeda dengan mata uang dalam Kapitalisme. Dinar dan dirham terbukti dalam sejarah sangat kecil sekali inflasinya. Pada masa Rasulullah saw., dengan uang 1 dinar (4,25 gram em`s) orang dapat membeli seekor kambing, dan dengan uang 1 dirham (2,975 gram perak) dapat dibeli seekor ayam. Pada masa sekarang ini, dengan uang senilai 1 dinar orang masih dapat membeli seekor kambing; dan dengan uang senilai 1 dirham orang sekarang masih dapat membeli seekor ayam. Luar biasa bukan, yang terdapat pada aturan ekonomi syariah? Pada mata uang kertas, nilai intrinsiknya tidak sama dengan nilai nominalnya. Ini jelas tidak adil. Misal: untuk mencetak uang dengan nilai nominal 1 dolar AS diperlukan biaya yang besarnya hanya 4 sen dolar AS. Jadi, nilai intrinsik uang 1 dolar sebenarnya hanya 4 sen dolar. Kalau kurs 1 dolar AS, misalnya, senilai Rp 10.000, berarti 4 sen dolar hanya sebesar Rp 400. Nah, sekarang kalau mau mencetak uang 100 dolar AS, berapa biaya produksi yang diperlukan? Jelas sekali tidak akan jauh berbeda dengan biaya mencetak uang 1 dolar AS (Hamidi, 2007). Berbeda dengan uang kertas, pada dinar dan dirham nilai intrinsik dan nominalnxa menyatu, tidak bakal ada perbedaan. Mengapa? Sebab, nilai nominal dinar atau dirham ditentukan semata oleh berat logamnya itu sendiri yang sekaligus menjadi nilai intrinsiknya, bukan ditentukan oleh dekrit atau pengumuman bank sentral. Kalau kita menyimpan uang Rp 100 ribu sebanyak satu karung, lalu Bank Indonesia mengumumkan uang itu tidak berlaku lagi dan tidak bisa ditukar dengan uang baru, kita tak bisa berbuat apa-apa. Sekarung uang itu hanya menjadi sampah tak bernilai. siap-siaplah orang yang tidak percaya pada ekonomi syariah
    Judul: Tribun Ekonomi Syariah
    Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
    Ditulis Oleh Santri Tuleen

    .

    2 comments:

    1. banner agan udah saya pasang di http://oqzigen.blogspot.com/p/blog-page_9123.html
      ditunggu link baliknya
      terima kasih

      BalasHapus
    2. sangat setuju...mantab bahwa islam mengatur segala eksistensi manusia...

      BalasHapus

    Pastikan Komentar Saudara Bukan SPAM
    Di Tunggu Saran dan Kritik yang Konstruktif,
    Semoga Komentar Saudara Menjadi Amal Kebaikan.

     
     
    Selamat datang di Blog " SANTRI TULEN " Terima Kasih Atas Kunjungan Anda ... !! Mohon Komentar atau Dengan Kiritik Yang Konsttruktif